Minggu, 15 Mei 2011

Video otomatis WWF merekam induk dan anak harimau di habitat yang terancam


PEKANBARU(09/05)-- Kabar menggembirakan sekaligus mencemaskan datang dari hutan Sumatera. Dalam dua bulan terakhir, kamera foto dan video otomatis WWF berhasil merekam sedikitnya 12 individu harimau Sumatera – termasuk induk dan anak harimau di habitatnya yang terganggu di bagian barat blok hutan Bukit Tigapuluh di Kabupaten Indragiri Hulu (Riau) dan Kabupaten Tebo (Jambi).
Dalam foto dan video yang dirilis hari ini, tampak diantaranya dua keluarga kucing besar–yang terdiri dari dua ekor harimau betina dan total empat ekor anak sedang bermain-main di depan kamera. Rekaman video yang sangat jarang didapatkan ini memperkuat kesimpulan mendesaknya perlindungan hutan alam yang tersisa di kawasan koridor satwa Bukit Tigapuluh – Bukit Rimbang Baling yang saat ini terancam pembukaan hutan secara masif.
Menurut hasil survei bulan Maret dan April lalu, keluarga harimau pertama yang terdiri dari seekor induk dan seekor anak harimau tertangkap kamera foto pada 24 Maret 2011 di koridor satwa Bukit Tigapuluh –Rimbang Baling. Pada 4 April 2011, sekitar 10 km jaraknya dari lokasi kamera pertama, terekam video keluarga harimau kedua, yaitu seekor induk dan tiga anaknya. Video tersebut berhasil merekam gambar spesies kunci ini selama total sekitar lima menit.
“Selain video dan foto dari dua keluarga harimau tersebut, kami juga berhasil mendokumentasikan sebanyak 47 foto harimau -- enam diantaranya telah teridentifikasi sebagai individu berbeda, “ kata Karmila Parakkasi, Koordinator Tim Riset Harimau WWF-Indonesia Program Riau.
“Ini kado Hari Bumi yang sangat berkesan, karena untuk kedua kalinya Tim Riset Harimau WWF-Indonesia berhasil mendapatkan video anak dan induk harimau secara bersamaan,” tambah Karmila.
Sebelumnya, pada September 2009, untuk pertama kalinya video WWF berhasil merekam induk dan dua anaknya di koridor tersebut, tepatnya di dekat Suaka Margasatwa Rimbang Baling. Hal yang mengejutkan adalah bertumpuknya harimau Sumatera pada satu kawasan hutan yang masih bagus tutupannya, termasuk pada kawasan hutan produksi terbatas, hutan lindung, Kawasan Lindung berdasarkan RTRWP Riau, dan kawasan hutan yang berada di dalam area kerja konsesi hutan tanaman industri PT Lestari Asri Jaya (LAJ) yang belum beroperasi.PT LAJ merupakan bagian dari Barito Pacific Group, mitra potensial Asia Pulp & Paper (APP)/Sinar Mas Group.
“Fenomena bertumpuknya populasi harimau pada satu kawasan hutan yang tutupannya masih bagus, atau dalam istilah ilmiah disebut ‘fenomena crowding’, diduga antara lain disebabkan oleh perubahan drastis tutupan hutan di kawasan hutan tersebut. Fenomena “crowding” tersebut biasanya terjadi dalam ekologi satwa ketika terjadi penyempitan habitat secara cepat,” lanjut Karmila.
Dari penelitian keberadaan harimau yang dilakukan sejak 2005 hingga sekarang diketahui bahwa koridor satwa Bukit Tigapuluh –Rimbang Baling ini merupakan habitat penting bagi harimau Sumatera yang harus dikelola dengan bijak. Selain habitat harimau Sumatera, kawasan lansekap Bukit Tigapuluh juga merupakan rumah bagi gajah dan orangutan Sumatera serta masyarakat asli Orang Rimba dan Talang Mamak. Kondisi saat ini, kawasan tersebut mengalami degradasi karena pembukaan hutan alam dalam skala besar oleh perusahaan dan perambahan yang dilakukan oleh masyarakat untuk kebun sawit.
Tutupan hutan Blok Bukit Tigapuluh mulai mengalami degradasi besar-besaran terutama dari tahun 2004. Beberapa perusahaan HTI diantaranya PT. Artelindo Wiratama, PT. Citra Sumber Sejahtera, PT. Bukit Batabuh Sei Indah, dan PT Tebo Multi Agro terpantau melakukan penebangan hutan alam di areal kerja mereka yang juga merupakan rumah bagi harimau dan gajah sumatera. Detil pantauan mengenai penebangan tersebut dimuat dalam laporan koalisi LSM lingkungan di Riau dan Jambi pada Desember 2010. Perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat juga menambah tekanan bagi hutan alam di lansekap tersebut.
”WWF mendesak pemegang konsesi di koridor satwa tersebut untuk benar-benar melakukan perlindungan daerah bernilai konservasi guna menghindari terjadinya konflik antara manusia-satwa liar, kata Anwar Purwoto Direktur Program Hutan, Spesies dan Air Tawar WWF-Indonesia.
“WWF juga meminta pemerintah di daerah maupun pusat melihat pentingnya kawasan koridor tersebut untuk kemudian menyesuaikan pengelolaannya sesuai dengan komitmen pemerintah dalam melindungi keberadaan satwa liar yang terancam punah”.
Lokasi didapatkannya video harimau tersebut masuk ke dalam wilayah Ekosistem Terpadu RIMBA, yang merupakan lokasi demonstrasi penataan ruang berbasis ekosistem di Pulau Sumatera dan menjadi langkah tindak lanjut pencanangan Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera oleh empat kementrian dan 10 Gubernur Sumatera pada 2010.
Direktur KKH, Bambang Novianto menyatakan, “Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melipatgandakan populasi harimau sumatera dengan melindungi kawasan yang menjadi habitat prioritas harimau sumatera dan menjaga ketersambungan habitat satwa dilindungi tersebut sebagaimana tercantum dalam Program Nasional Pemulihan Harimau.”
Blok hutan Bukit Tigapuluh merupakan salah satu dari enam lanskap penting dunia untuk konservasi harimau sumatera yang mana pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melindungi lanskap-lanskap tersebut seperti tercantum dalam Program Nasional Pemulihan Harimau yang diumumkan pada International Tiger Conservation Forum di St. Petersburg, Rusia pada November 2010.
Sejak Maret 2011 Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh bekerjasama dengan WWF melaluiTiger Protection Unit dan Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hulu telah melakukan pengamanan sebagian kawasan koridor tersebut tepatnya di Hutan Lindung Bukit Batabuh dan Bukit Sosa dari ancaman degradasi dan perburuan satwa serta mencegah konflik manusia dengan harimau dan gajah. Meskipun demikian, langkah tersebut harus diikuti tindakan yang lebih konkrit oleh semua pihak, termasuk pelaku bisnis, untuk menekan kehilangan hutan.
Pekan lalu pelaku bisnis berkumpul di Jakarta pada Konferensi Tingkat Tinggi Internasional Bussiness for the Environment (B4E) yang menghasilkan deklarasi dukungan kepada pemerintah dalam upaya pengurangan deforestasi dan degradasi, termasuk komitmen untuk mendukung program yang perlindungan kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.

WWF Siap Dukung "Deklarasi Bisnis B4E 2011"


Jakarta (30/04)-Konferensi Tingkat Tinggi Internasional B4E atau Business for the Environment Summit, dimana Indonesia menjadi tuan rumahnya telah menghasilkan sebuah komitmen lingkungan yang dituangkan dalam "Deklarasi Bisnis B4E 2011." Komitmen para pelaku bisnis, perwakilan pemerintah, serta masyarakat sipil yang menjadi peserta KTT tersebut dibacakan di hadapan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa pada puncak konferensi, Jumat (29/04), di ballroom, hotel Shangri-La, Jakarta.
Dokumen tersebut merupakan langkah penting para pemangku kepentingan kunci untuk mengurangi emisi sebesar 26 persen menjadi 41 persen pada tahun 2020.
“Ekonomi hijau merupakan solusi yang harus diambil oleh para pelaku bisnis agar tercapai keseimbangan yang memungkinkan terjadinya pembangunan seraya tetapi menjaga kelestarian lingkungan. Prinisip ekonomi hijau adalah menghindari ekstraksi sumber daya alam secara berlebihan,” ungkap Menteri Hatta Rajasa dalam sambutannya.
Deklarasi tersebut mencakup enam komitmen yakni (1)mendukung nol deforestasi pada tahun 2020 melalui penolakan produk-produk yang berasal dari deforestasi hutan yang penting secara ekologis,(2)mengurangi intensitas sumber daya alam melalui investasi besar-besaran dalam program efisiensi energi dan sumber daya serta program-program untuk mendesain ulang mata rantai produk dan distribusi agar tercapai perubahan yang lebih transformatif, (3)Mempromosikan praktik bisnis yang berkelanjutan di seluruh mata rantai distribusi, (4)Mendukung program yang melindungi kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi serta penyimpan karbon alam, (5)Berinvestasi dan mempromosikan perencanaan kota yang lestari serta manajemen penggunaan lahan yang terpadu, serta (6)Secara intensif mempromosikan pola konsumsi yang lebih lestari di Indonesia.
Lahirnya enam komitmen lingkungan itu disambut baik oleh Direktur Eksekutif WWF-Indonesia, Dr.Efransjah. Menurutnya, forum dialog internasional tersebut telah menghasilkan "road map" yang signifikan bagi pembangunan berkelanjutan, ekonomi hijau, dan praktik bisnis berkelanjutan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di lingkup global.
"Ini merupakan dukungan yang kuat bagi target ambisius kami dalam mengubah perilaku bisnis di Indonesia dan negara-negara lain. Tindak lanjut yang cepat perlu dilakukan melalui pengembangan strategi dan implementasi agar kita tidak kehilangan momentum perubahan ini," imbuhnya.
Sebelumnya, pada hari pertama B4E Global Summit 2011, President Yudhoyono menggarisbawahi ekonomi hijau yang akan memfokuskan pada "pro-poor, pro-green, pro-growth pro-business, dan pro environmment." Ia juga berkomitmen akan mendorong ekspansi perkebunan dan aktivitas ekonomi lainnya di lahan rendah karbon.
Menindaklanjuti komitmen Presiden, WWF akan secara aktif membantu pemerintah Indonesia mengidentifikasi 30 juta hektar lahan terdegradasi yang akan dimanfaatkan untuk ekspansi bisnis kehutanan dan minyak sawit, misalnya melalui aktivitas pemetaan lahan terdegradasi di Sumatera, Borneo, Papua, serta pengukuran karbon melalui "LiDAR technology."
Melalui "The Heart of Borneo's Green Business Network" yang diluncurkan pada awal Januari lalu, WWF juga akan membantu mendorong para aktor bisnis untuk tidak melakukan ekspansi bisnis di kawasan hutan penting, melainkan beralih ke lahan-lahan terdegradasi.
Penyelenggaraan B4E digelar secara bersama-sama oleh Kementrian Lingkungan Hidup, BKPM, WWF, KADIN dan Global Initiatives. Acara ini didukung oleh sejumlah mitra termasuk Garuda Indonesia, GE, Hitachi Nestle, Philips dan Telkomsel, AG Networks, APRIL, BMW, Gajah Tunggal, Asia Pacific Resources International Limited (APRIL).