PEKANBARU(09/05)-- Kabar menggembirakan sekaligus mencemaskan datang dari hutan Sumatera. Dalam dua bulan terakhir, kamera foto dan video otomatis WWF berhasil merekam sedikitnya 12 individu harimau Sumatera – termasuk induk dan anak harimau di habitatnya yang terganggu di bagian barat blok hutan Bukit Tigapuluh di Kabupaten Indragiri Hulu (Riau) dan Kabupaten Tebo (Jambi).
Dalam foto dan video yang dirilis hari ini, tampak diantaranya dua keluarga kucing besar–yang terdiri dari dua ekor harimau betina dan total empat ekor anak sedang bermain-main di depan kamera. Rekaman video yang sangat jarang didapatkan ini memperkuat kesimpulan mendesaknya perlindungan hutan alam yang tersisa di kawasan koridor satwa Bukit Tigapuluh – Bukit Rimbang Baling yang saat ini terancam pembukaan hutan secara masif.
Menurut hasil survei bulan Maret dan April lalu, keluarga harimau pertama yang terdiri dari seekor induk dan seekor anak harimau tertangkap kamera foto pada 24 Maret 2011 di koridor satwa Bukit Tigapuluh –Rimbang Baling. Pada 4 April 2011, sekitar 10 km jaraknya dari lokasi kamera pertama, terekam video keluarga harimau kedua, yaitu seekor induk dan tiga anaknya. Video tersebut berhasil merekam gambar spesies kunci ini selama total sekitar lima menit.
“Selain video dan foto dari dua keluarga harimau tersebut, kami juga berhasil mendokumentasikan sebanyak 47 foto harimau -- enam diantaranya telah teridentifikasi sebagai individu berbeda, “ kata Karmila Parakkasi, Koordinator Tim Riset Harimau WWF-Indonesia Program Riau.
“Ini kado Hari Bumi yang sangat berkesan, karena untuk kedua kalinya Tim Riset Harimau WWF-Indonesia berhasil mendapatkan video anak dan induk harimau secara bersamaan,” tambah Karmila.
Sebelumnya, pada September 2009, untuk pertama kalinya video WWF berhasil merekam induk dan dua anaknya di koridor tersebut, tepatnya di dekat Suaka Margasatwa Rimbang Baling. Hal yang mengejutkan adalah bertumpuknya harimau Sumatera pada satu kawasan hutan yang masih bagus tutupannya, termasuk pada kawasan hutan produksi terbatas, hutan lindung, Kawasan Lindung berdasarkan RTRWP Riau, dan kawasan hutan yang berada di dalam area kerja konsesi hutan tanaman industri PT Lestari Asri Jaya (LAJ) yang belum beroperasi.PT LAJ merupakan bagian dari Barito Pacific Group, mitra potensial Asia Pulp & Paper (APP)/Sinar Mas Group.
“Fenomena bertumpuknya populasi harimau pada satu kawasan hutan yang tutupannya masih bagus, atau dalam istilah ilmiah disebut ‘fenomena crowding’, diduga antara lain disebabkan oleh perubahan drastis tutupan hutan di kawasan hutan tersebut. Fenomena “crowding” tersebut biasanya terjadi dalam ekologi satwa ketika terjadi penyempitan habitat secara cepat,” lanjut Karmila.
Dari penelitian keberadaan harimau yang dilakukan sejak 2005 hingga sekarang diketahui bahwa koridor satwa Bukit Tigapuluh –Rimbang Baling ini merupakan habitat penting bagi harimau Sumatera yang harus dikelola dengan bijak. Selain habitat harimau Sumatera, kawasan lansekap Bukit Tigapuluh juga merupakan rumah bagi gajah dan orangutan Sumatera serta masyarakat asli Orang Rimba dan Talang Mamak. Kondisi saat ini, kawasan tersebut mengalami degradasi karena pembukaan hutan alam dalam skala besar oleh perusahaan dan perambahan yang dilakukan oleh masyarakat untuk kebun sawit.
Tutupan hutan Blok Bukit Tigapuluh mulai mengalami degradasi besar-besaran terutama dari tahun 2004. Beberapa perusahaan HTI diantaranya PT. Artelindo Wiratama, PT. Citra Sumber Sejahtera, PT. Bukit Batabuh Sei Indah, dan PT Tebo Multi Agro terpantau melakukan penebangan hutan alam di areal kerja mereka yang juga merupakan rumah bagi harimau dan gajah sumatera. Detil pantauan mengenai penebangan tersebut dimuat dalam laporan koalisi LSM lingkungan di Riau dan Jambi pada Desember 2010. Perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat juga menambah tekanan bagi hutan alam di lansekap tersebut.
”WWF mendesak pemegang konsesi di koridor satwa tersebut untuk benar-benar melakukan perlindungan daerah bernilai konservasi guna menghindari terjadinya konflik antara manusia-satwa liar, kata Anwar Purwoto Direktur Program Hutan, Spesies dan Air Tawar WWF-Indonesia.
“WWF juga meminta pemerintah di daerah maupun pusat melihat pentingnya kawasan koridor tersebut untuk kemudian menyesuaikan pengelolaannya sesuai dengan komitmen pemerintah dalam melindungi keberadaan satwa liar yang terancam punah”.
Lokasi didapatkannya video harimau tersebut masuk ke dalam wilayah Ekosistem Terpadu RIMBA, yang merupakan lokasi demonstrasi penataan ruang berbasis ekosistem di Pulau Sumatera dan menjadi langkah tindak lanjut pencanangan Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera oleh empat kementrian dan 10 Gubernur Sumatera pada 2010.
Direktur KKH, Bambang Novianto menyatakan, “Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melipatgandakan populasi harimau sumatera dengan melindungi kawasan yang menjadi habitat prioritas harimau sumatera dan menjaga ketersambungan habitat satwa dilindungi tersebut sebagaimana tercantum dalam Program Nasional Pemulihan Harimau.”
Blok hutan Bukit Tigapuluh merupakan salah satu dari enam lanskap penting dunia untuk konservasi harimau sumatera yang mana pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melindungi lanskap-lanskap tersebut seperti tercantum dalam Program Nasional Pemulihan Harimau yang diumumkan pada International Tiger Conservation Forum di St. Petersburg, Rusia pada November 2010.
Sejak Maret 2011 Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh bekerjasama dengan WWF melaluiTiger Protection Unit dan Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hulu telah melakukan pengamanan sebagian kawasan koridor tersebut tepatnya di Hutan Lindung Bukit Batabuh dan Bukit Sosa dari ancaman degradasi dan perburuan satwa serta mencegah konflik manusia dengan harimau dan gajah. Meskipun demikian, langkah tersebut harus diikuti tindakan yang lebih konkrit oleh semua pihak, termasuk pelaku bisnis, untuk menekan kehilangan hutan.
Pekan lalu pelaku bisnis berkumpul di Jakarta pada Konferensi Tingkat Tinggi Internasional Bussiness for the Environment (B4E) yang menghasilkan deklarasi dukungan kepada pemerintah dalam upaya pengurangan deforestasi dan degradasi, termasuk komitmen untuk mendukung program yang perlindungan kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.